Pages

Kamis, 23 Februari 2012

Ghibah! Penyakit Orang Zaman Ini

Alhamdulillah kita telah sampai kepada pembahasan penyakit orang zaman ini, ghibah namanya. Siapapun insya Alloh mengenalnya. Bahkan umumnya orang terjatuh ke dalamnya. Wal'iyaadzu billah! Nah, agar kita terselamatkan maka perlu di setiap pribadi muslim mengetahui ilmu tentangnya, bahayanya, dan cara-cara menghindarinya.

Hakikat Ghibah
Syeikh Sulaiman bin Abdul Karim Al Mufarroj rohimahulloh berkata:"Ghibah adalah seseorang yang menyebut saudaranya seislam ketika tidak ada di hadapannya dengan sesuatu yang dibencinya, baik berkenaan dengan badan, agama, dunia, diri, jasad, akhlak, harta, keluarga, pakaian, gerakan, kefasihan lidah, kemasaman wajah atau yang lainnya dari apa saja yang terkait dengannya. Semua yang dipahami dengan maksud mencela maka termasuk dalam sebutan ghibah baik berupa lafadz, umpatan, celaan, rumusan, isyarat atau tulisan".( Al Ghibah marodhul 'ashri)

Haramnya Ghibah
Hukum ghibah haram. Ini sangat jelas. Adapun dalil-dalil tentang haramnya ghibah diantaranya:

Dalil dari Al Quran:
Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:"Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."(QS.Al Hujurot 49:12)

Dalil dari Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam:
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya:"Tahukah kalian, apakah ghibah itu?" mereka menjawab: Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai, maka jika kamu berkata benar, sungguh kamu telah menggunjingnya(ghibah) dan jika kamu tidak berkata benar padanya maka kamu telah berdusta padanya (fitnah)."(HR.Muslim)
Berdasarkan kedua dalil diatas jelas haramnya ghibah. Karena hukum asal larangan adalah haram. Dan dalam ayat diatas Alloh Subhanahu wa ta'ala telah melarang melakukan ghibah bahkan mengumpamakan dengan orang yang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Wal'iyaadzu billah!

Sebab-Sebab Ghibah
Penyebab seorang melakukan ghibah sangat banyak, diantaranya:
Pertama, Hasad (Dengki), Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Hati-hati kalian terhadap perbuatan hasad! karena hasad itu memakan(merusak) kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar"(HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Kedua, Balas Dendam, Sifat dendam menyebabkan seorang pendendam menggunjing saudaranya dalam berbagai kesempatan. Wal'iyaadzu billah!

Ketiga, Menjilat dan mencari muka, Seorang yang suka menjilat dan mencari muka teman-temannya akan selalu menyelaraskan perkataannya dengan teman-temannya. Meskipun terkadang teman-temannya terlibat dalam pergunjingan. Maka biasanya si penjilat dan si pencari muka membiarkannya. Alasannya takut teman-temannya lari meninggalkannya.

Keempat, Sombong dan meremehkan orang lain, Tentang sombong maka Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehakan orang lain"(HR.Muslim). Lalu Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Orang-orang yang sombong itu akan dikumpulkan pada hari kiamat seperti semut kecil yang terinjak-injak telapak kaki orang-orang"(HR.Tirmidzi dan Nasa'i)

Sombong adalah bencana paling besar bagi pelakunya. Dia termasuk rukun-rukun kekufuran. Jangan lupa maksiat dan kedurhakaan pertama kali dilakukan iblis dengan sebab sombong dan hasad. Dengan sombonglah engkau ingin mengangkat dirimu untuk merendahkan kadar atau kedudukan orang lain. Dan jika sudah demikian, sangat mudah bagi si sombong untuk menggunjing (menggibah) orang lain.

Kelima, Memperolok-olokan orang lain, sebagian orang menggunjingkan saudaranya dengan jalan memperolok-olokan. Perbuatan ini haram. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:"Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka."(QS.Al Hujurot 49:11)

Bahaya Ghibah
Sesungguhnya ghibah merupakan penyakit berbahaya dan menimbulkan kemudhorotan yang lebih besar di dunia maupun di akhirat. Diantara bahaya ghibah adalah:

Pertama, ghibah menjadikan pelakunya terbuka aibnya di dunia maupun di akhirat.

Kedua, ghibah menyakiti hamba-hamba Alloh Subhanahu wa ta'ala. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."(QS.Al Ahzab 33:58)

Ketiga, ghibah termasuk kedzoliman dan melampaui batas terhadap orang lain. Di dalam hadits Qudsi yang shahih riwayat Imam Muslim, Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan dari Robb-nya Subhanahu wa ta'ala:"Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzoliman atas diri-Ku dan Aku telah menjadikan kedzoliman diantara kalian sebagai sesuatu yang diharamkan, maka janganlah kalian saling mendzolimi."

Keempat, ghibah berakibat terkena azab pada hari kiamat. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman: "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela"(QS.Al Humazah 104:1)

Kelima, ghibah memporak-porandakkan masyarakat, menebarkan fitnah, menimbulkan permusuhan diantara manusia dan menimbulkan dendam.

Keenam, ghibah menunjukkan atas gugur dan hancurnya perbekalan pelakunya, kotor niatnya dan jelek lidahnya.

Obat Penyakit Ghibah
Tidak diragukan lagi bahwasannya ghibah adalah maksiat yang besar. Ghibah merupakan akhlak yang jelek. Seorang salaf berkata:"Akhlak yang jelek mesti diobati dengan ilmu dan amal. Maka orang yang menggunjing orang lain harus mengetahui bahayanya dan beramal untuk menjauhinya semampunya." Adapun obat penyakit ghibah itu banyak, diantara obat yang mujarab insya Alloh:
Pertama, menjaga lidah. Dari Uqbah bin Amir radiallohu 'anhu berkata: Aku bertanya: Wahai Rosululloh, apakah keselamatan itu? Rosul Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:"Tahan lidahmu, perluas rumahmu dan menagislah atas dosamu."(HR.Tirmidzi)
Kedua, harus menyadari bahwa ghibah itu akan menimbulkan murka dan kebencian Alloh Subhanahu wa ta'ala. Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:"Tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar melainkan ia mencatat semuanya"(QS.Al Kahfi 18:49)

Ketiga, mengetahui bahwa jika menggibah orang lain maka kebaikannya akan dimiliki orang tersebut.

Keempat, pergaulilah orang lain dengan baik sebagaimana kamu suka mereka mempergaulimu dengan baik pula.

Kelima, takutlah kepada Alloh Subhanahu wa ta'ala, merasa diawasi dan bertakwalah kepada-Nya.

Keenam, sibukkan dengan aib diri sendiri daripada sibuk dengan aib orang lain.

Demikianlah uraian singkat tentang ghibah dan hal ihwalnya. Semoga berfaedah bagi pembaca yang berbahagia. Mulailah dari sekarang kita menjauhi penyakit ghibah. Mohonlah taufiq dari Alloh Subhanahu wa ta'ala agar dimudahkan meninggalkan akhlak yang tercela ini. Wallohul musta'an!

Disarikan oleh: Abu Syalha Al Atsari
dari kitab: Al Ghibah marodhul 'ashri
karya : Sulaiman bin Abdul Karim Al Mufarroj hafidzohulloh
Buletin Sholihah edisi 05 Juni 2011

Sabar Mutiara Iman Dan Akhlak Orang-orang Besar

Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Al-Khudhoiri hafizhohullaahu berkata : “Iman itu ada dua bagian. Pertama, sabar dan kedua, syukur”(Waqofaat Ma'a Aayaatish Shobri, halaman 5) Di dalam kitab Fahul Baari, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullahu berkata : “Iman adalah aman”. Ini mengandung pengertian sebagaimana dengan iman seseorang dapat memperoleh rasa aman, maka begitu juga dengan sikap sabar dan sikap syukur berfaedah memberikan keamanan bagi kita semua. Syaikh  Doktor Muhammad bin Musa alu Nasher hafizhohullaahu berkata : “Kapan saja terwujudnya keimanan maka akan terwujud pula rasa aman” (Baca: kitab Bainal Amni wal imaan, halaman 18). Kemudian beliau mengemukakan firman Alloh dalam surat Al An'aam (6) : 82, yang artinya : “Adapun orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya dengan kezhaliman maka mereka akan meperoleh rasa aman  dan mendapatkan petunjuk”. Kesimpulan dari ayat di atas adalah orang-orang yang beriman tanpa berbuat kezhaliman (baca : syirik) akan memperoleh rasa aman dan petunjuk. Di dalam Al-Qowaa'idul Arba', Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu berkata : “Tanda kebahagiaan itu ada tiga. Pertama, apabila diberi nikmat atau kesenangan maka bersyukur. Kedua, apabila diuji maka bersabar. Dan ketiga, apabila berbuat dosa maka segera memohon ampunan (baca : beristighfar )”.

Mencermati  uraian di atas, ada beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang menarik dan berfaedah, Insya Alloh. Pertama , sabar adalah separuh mutiara iman. Kedua, sikap sabar dapat menyebabkan seseorang memperoleh rasa aman sebagaimana keimanan menimbulkan keamanan baik di dunia maupun di akhirat. Dan ketiga, orang-orang yang sabar adalah orang-orang yang akan berbahagia hidupnya di dunia maupun di akhirat.

Pengertian Sabar dan Pembagiannya

Sabar menurut bahasa (etimologi) artinya al-Habsu wal kaffu (menahan diri). Allah “Azza wa Jalla berfirman yang artinya :”Sabarlah dirimu bersama orang-orang yang senantiasa berdo'a kepada Robbnya di waktu pagi dan petang…..”(QS Al Kahfi (18) : 28 ).

Sabar menurut istilah (terminologi) artinya menahan diri atas mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu karena mencari wajah Alloh. Firman Alloh 'Azza wa Jalla yang artinya :”Dan adapun orang-orang yang sabar mereka mencari wajah  Robb-nya…….. “(QS Ar-Ro'du (13) : 22). 

Berdasarkan pengertian secara istilah maka sabar terbagi menjadi tiga. Pertama, sabar atas menta'ati Alloh. Kedua, sabar dari bermaksiat terhadap Alloh. Dan ketiga, sabar atas takdir Alloh yang menyakitkan.

Dan kesabaran hanyalah akan berarti dan berfaedah bagi setiap kita apabila berdasarkan keikhlasan, yaitu semata-mata mencari wajah Alloh Subhaanahu wa Ta'ala. Alloh 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya : “Dan karena Robbmu maka bersabarlah”(QS Al-Mudaststir (74) : 7 ).

Hukum Sabar

Secara global sabar hukumnya wajib. Adapun alasan-alasan yang menunjukkan wajibnya adalah :

Pertama : Alloh 'Azza wa Jalla memerintahkan kita agar bersabar dalam berbagai ayatnya. Diantaranya firman Alloh 'Azza wa Jalla yang artinya : “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat”(QS Al Baqoroh (2) : 45) dan “Bersabarlah kamu dan hendaklah kamu saling menetapi dan menguatkan kesabaran”(QS Ali Imron (3) : 200 ).

Kedua : Alloh 'Azza wa Jalla telah melarang kita dari sikap tidak bersabar. Alloh 'Azza wa Jalla berfirman yang artinya :”Maka janganlah kalian membelakangi mereka (mundur)”(QS Al-Anfal (8) : 15 ), “Dan janganlah kamu membatalkan amalan-amalanmu “(QS Muhammad (47) : 33 ),”Janganlah kamu lemah dan janganlah kamu berduka cita” (QS Ali Imron (3) : 39 ) dan “Bersabarlah kamu sebagaimana sabarnya ulul 'Azmi dari para rosul dan janganlah kamu meminta disegerakan azab bagi mereka” (QS Al Ahqof (46) : 35 ).

Ketiga
: Sesungguhnya Alloh 'Azza wa Jalla memberikan kebaikan di dunia dan di akhirat atas orang yang sabar.

Adapun secara terperinci maka hukum sabar tergantung kepada perkara yang dihadapinya. Al Allamah Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata : “Sabar itu wajib dalam menghadapi perkara-perkara yang diwajibkan. Sabar juga wajib dalam menghadapi perkara-perkara yang diharamkan, sunnah dari perkara-perkara yang dimakruhkan, makruh dari perkara-perkara yang disunnahkan, sunnah atas perkara-perkara yang disunnahkan dan makruh atas perkara-perkara yang dimakruhkan.”

Derajat Sabar
Berdasarkan objeknya maka sabar ada dua macam : 
Pertama : Sabar terhadap sesuatu yang mengenai badan (jasmani).
Kedua : sabar terhadap sesuatu yang mengenai jiwa (rohani).
Masing-masing dari keduanya juga terbagi menjadi dua :
Pertama, Ikhtiari, artinya sabar terhadap sesuatu yang merupakan upaya kita sendiri.
Kedua, Idhthirori artinya sabar terhadap sesuatu yang tidak kita upayakan.
Contoh sabar badani ikhtiari adalah mengerjakan pekerjaan yang berat atas upanya dan inisiatif kita sendiri.
Contoh sabar badani Idhtirori adalah sabar ketika badannya disakiti orang lain, misalnya dipukul, ditampar dan sebagainya.
Contoh sabar nafsi ikhtiari adalah sabarnya jiwa dari mengerjakan sesuatu yang tidak baik untuk dikerjakan, baik menurut syar'i maupun menurut akal.
Contoh sabar nafsi idhthirori adalah sabarnya jiwa dari kehilangan sesuatu yang kita cintai.

Penghalang Kesabaran
Ada tiga penyakit penghalang kesabaran, yaitu :
Pertama, Isti'jal artinya tergesa-gesa,
kedua, ghodhob artinya mudah marah,
dan ketiga, Al-Ya'su artinya berputus asa. (Baca : Waqofat ma'a aayaatish shobri , halaman 51 – 53 ).

Pentingnya Sabar
Sabar adalah mutiara iman dan akhlak “orang-orang besar” di masa lalu. Siapakah orang yang paling sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah ? Jawabnya adalah Nabi Ibrahim alaihis salam. Siapakah orang yang paling sabar dari menjauhi perkara-perkara  yang Allah haramkan ? Jawabnya adalah Nabi Yusuf alaihis salam. Dan siapakah orang yang paling sabar dalam menghadapi takdir Allah yang amat menyakitkan ? Jawabnya adalah Nabi Ayyub alaihis salam. Bukankah mereka semua orang-orang besar ? Tepatlah jika penulis menuangkannya dengan judul tersebut.

Sabar adalah akhlak yang paling kentara. Sekedar contoh, sikap 'iffah artinya menjaga kehormatan. Inti 'iffah adalah sabar dari syahwat kemaluan dan pandangan mata yang diharamkan. Contoh lain, sikap dermawan (juud). Inti sikap dermawan adalah sabar dari memenuhi seruan sikap kikir. Dan contoh yang lainnya lagi adalah syaja'ah artinya berani. Inti sikap berani adalah sabar dari seruan untuk kabur dan lari dari medan pertempuran. Bukankah sangat jelas bahwa sabar adalah  intinya semua akhlak yang mulia ? Dengan uraian singkat ini kita Insya Allah bisa mendulang ilmu tentang sabar dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesabaran. Wallahul Musta'aan!!!

Oleh : Abu Syalha Al Atsari
Buletin Sholihah edisi 2 tahun 2. Shofar 1433 Januari 2012

Sabtu, 11 Februari 2012

Terompet dan petasan punya siapa?

Dar …..der….dor…..dar…der….dor……druaaaaarrrrrrrrrr !!!
Saya kira Indonesia diserang kembali oleh Belanda ! Ternyata itu suara petasan.

Suara ini masih terngiang-ngiang di telinga, terjadi pada saat menjelang tahun baru. Bahkan lebaran tahun kemarin saya  mendengarnya dengan jelas   . Duh lantas apa bedanya  kalau begitu. Kita kupas yuuuk, terutama saat menjelang tahun baru  masehi ini, mudah-mudahan kita bisa menyikapinya dengan benar sesuai dengan tuntunan syari’at.

Setiap menjelang tahun baru masehi, banyak penjual terompet di pinggir-pinggir jalan dengan aneka rupa dan warna. Terompet telah menjadi salah satu aksesoris yang diminati pelaku peringatan tahun baru masehi. Dan belakangan ini selain terompet juga petasan ikut mewarnai peringatan tahun baru.  Sebenarnya punya siapakah terompet dan petasan itu ?

Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka. Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar, sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.

Sebenarnya  shofar sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga saat ini.  Dari sini jelas bahwa terompet berasal dari orang yahudi, lantas bagaimana dengan petasan ?

Tahukah saudari-saudariku,ternyata petasan ditemukan secara  tidak sengaja. Inilah asal mulanya petasan.

Sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar.

Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya lalu dibakar ,akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipakai juga dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan.

Baru pada saat dinasti Song didirikan pabrik petasan yang kemudian menjadi dasar dari pembuatan kembang api  karena lebih menitikberatkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di angkasa hingga akhirnya dibedakan. Tradisi petasan lalu menyebar ke seluruh pelosok dunia.

Di Indonesia sendiri tradisi petasan itu dibawa sendiri oleh orang Tionghoa. Seorang pengamat sejarah Betawi, Alwi Shahab meyakini bahwa tradisi pernikahan orang Betawi yang menggunakan petasan untuk memeriahkan suasana dengan meniru orang Tionghoa yang bermukim di sekitar mereka.

Dari sini kita dapat gambaran betapa semua itu budaya orang kafir Kita ketahui bersama bahwa budaya terompet ini sering dilakukan pada perayaan tahun baru dan ini adalah budaya mereka, orang barat yang kafir. Tidaklah pantas seorang muslim meniru-niru mereka. Ingatlah bahwa suri tauladan dan panutan kita telah memberi wejangan kepada kita.

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid)

Sayangnya kebiasaan kaum kufar ini dengan begitu mudahnya diikuti kaum muslimin Indonesia tanpa mempertanyakannya kembali. Padahal jelas sudah seperti yang termaktub diatas tentang terompet dan petasan ini. Bukankah bunyi petasan sangat mengganggu ? Ada hadits yang mengingatkan kita tentang hal ini:
"Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain." (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41)

Ada pula sebuah keterangan yang mudah-mudahan mampu meredam penyalaan kembang api dan petasan serta peniupan terompet yang jelas-jelas meniru-niru orang kafir ini :
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Seandainya seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27)

Mudah-mudahan Alloh mudahkan kita amalkan sebuah hadits ini :"Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya." (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho'if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Oleh : Ummu Thalhah
Buletin Shalihah edisi 09 spesial

Muhasabah Nafsi Tanda Mawas Diri

Manusia dalam mengemban tugasnya sebagai  hamba Alloh di muka bumi, tak pelak lagi memiliki  hasrat dan keinginan yang tak bisa dihindari. Dengan segala dalih, ditempuhnya berbagai cara untuk memenuhi keinginannya. Namun seringkali hasrat dan keinginannya itu melampaui batas. Dunia menjadi tujuan utamanya dan melupakan akhirat.  Akibatnya, tidak merasa cukup dengan apa yang Alloh telah berikan  padanya.  Tanpa disadari terlintas dalam dirinya, baik diucapkan maupun tidak, kufur nikmat. Maka sudah seharusnya bila kita berusaha untuk senantiasa  muhasabah nafsi ( menghisab diri sendiri) sebagai tanda makhluk Alloh  yang mawas diri.

Dalil-dalil pentingnya muhasabah nafsi
Banyak sekali dalil dan contoh yang dapat kita ambil sebagai pelajaran, bahwa muhasabah nafsi itu penting untuk dilaksanakan. Diantara dalil-dalil tersebut adalah :

Pertama, firman Alloh Ta’ala : “ Hai, orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” ( QS Al-Hasyr : 18)

Kedua, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahulloh dalam tafsirnya mengatakan, “ Hisablah diri kalian, sebelum kalian semua dihisab, dan lihatlah amal-amal sholeh yang telah kalian persiapkan untuk menghadapi suatu hari, di mana kalian semua akan dikembalikan dan dikumpulkan di hadapan Rabb kalian. Ketahuilah bahwasanya Alloh mengetahui semua amal dan keadaan kalian. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya baik perkara-perkara yang besar maupun yang kecil.”

Ketiga, Umar bin Khattab radhiallohu anhu berkata : “Hisablah diri kalian, sebelum kalian dihisab.” Beliau juga, jika waktu malam telah tiba, memukul kedua kakinya seraya berkata pada dirinya ,” Apakah yang telah engkau kerjakan siang tadi ?”

Keempat, Adalah Thalhah radhiallahu anhu, jika disibukkan dengan perkebunannya hingga ia tidak bisa menghadiri sholat berjama’ah, maka ia mengeluarkan sedekah dari perkebunannya. Ini adalah bentuk muhasabah nafsi.
Begitulah cara para shalafusholeh dalam menghisab diri mereka atas kelalaian dan ketidakseriusannya dalam beribadah serta cara mereka  mencegah mengikuti hawa nafsunya.
Konsekuensi  kita sebagai seorang mukmin, hendaklah bersegera memperhatikan dirinya. Apa dan bagaimana amalan yang akan menjadi bekal menuju negeri akhirat ? Apakah karena Alloh Ta’ala dan dalam rangka meningkatkan imtaq ?  Dan yang terpenting akan diterimakah setiap amal yang kita perbuat ? Karena besar kecilnya, baik buruknya, semua akan mendapatkan balasan yang setimpal di sisi  Alloh Ta’ala, seperti dalam firmannya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula.” (Al-Zalzalah: 7 – 8 )

Modal Manusia     
Hidup di dunia ini ibarat sebuah perdagangan. Modal manusia adalah waktu yang sangat singkat, nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat dihitung. Laba perdagangan ini adalah  syurga firdaus yang paling tinggi. Kerugiannya adalah maksiat dan durhaka kepada Alloh Ta’ala. Bagi mereka yang dapat memanfa’atkan  umur dan waktu yang dilaluinya, maka beruntunglah dia. Dan sebaliknya, bagi mereka yang selalu kehabisan waktu hanya untuk dunia dan kesenangan yang semu, maka balasannya adalah apa yang diusahakannya. Yaitu kerugiaan yang tiada berakhir di akhirat kelak. Naudzubillah min dzaalik !

Seorang mukmin seyogyanya menyadari, bahwa sewaktu-waktu dia bisa  dijatuhi hukuman berkenaan dengan pendengaran, penglihatan dan     anggota tubuh yang lain.Jadi hisab yang mendetail terhadap jiwa ini jauh lebih penting dari pada mencari keuntungan duniawi. Orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir tidak akan lalai menghisab dirinya, mempersempit ruang gerak dan apa yang melintas di dalamya. Sebab setiap tarikan nafas merupakan butir-butir mutiara yang sangat berharga dan tak akan ada gantinya.

Bila seorang muslim selesai mengerjakan sholat subuh, dia berharap pada hari ini perdagangannya akan mendapatkan laba. Pada hari ini dia bersyukur karena Alloh Ta’ala masih memberi satu peluang hidup dan masih menunda ajalnya. Juga Allaoh Ta’ala memberikan anugerah padanya. Mungkin jika Alloh Ta’ala berkehendak mematikan dia, maka dia akan berharap pada-Nya, agar dikembalikan ke dunia agar dapat beramal sholeh. Seperti dalam firmannya, “Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata : “Kiranya kami  dikembalikan ke dunia dan tidak mendustakan ayat-ayat Robb kami, serta menjadi orang-orang yang beriman (tentulah kamu melihat sesuatu peristiwa yang mengharukan) (QS Al-An‘aam : 27) .

Maka periksalah kembali modal kita dengan muhasabah nafsi, agar ada kejelasan apakah ada keuntungan atau kerugian. Jika kerugiaan yang didapat, maka harus segera menyadari, menyesali dan bertaubat.

METODE MUHASABAH NAFSI
Sebuah kesuksesan akan diperoleh apabila kita mengetahui kunci dan cara untuk mencapainya. Kemudian berusaha untuk merealisasikannya dengan penuh kesungguhan, antara lain dengan cara :

1. Meningkatkan ketakwaan pada Allah Ta’ala. Dalam firman Allah Ta’ala ,” Hai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakannmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.’ (QS Al-Baqarah 21 ).

2. Kejernihan dalam berfikir. Dalam berfikir perlu diusahakan agar pikiran kita terfokus pada hal-hal positif saja dan baik manfa’atnya. Jika tidak, maka syetan akan mengganggu pikiran kita dengan hal-hal yang jelek dan negativ.

3. Kemampuan mengoreksi sikap mental agar lebih baik dalam beribadah.
Metode ini penting untuk melatih kedisiplinan dalam menata waktunya. Seorang Muslim akan merasa terkurung dengan waktu hidupnya di dunia ini. Maka dia akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengambil manfa’at dari waktu-waktu tersebut, seperti ; sholat di awal waktu, saling menasehati,dan lain-lain. Semua itu dalam rangka meningkatkan ibadah kepada   Alloh Ta’ala.

Begitulah hamba yang menghisab dirinya sendiri. Menghisab setiap hembusan nafasnya, kedurhakaan hati dan anggota tubuhnya setiap saat. Amat sangatlah berharga detak jantungnya dalam mengisi kehidupannya. Muhasabah nafsi tidaklah dilakukan setahun sekali, sebulan sekali ataupun seminggu sekali. Tapi tiap-tiap saat di setiap akhir malamnya. Di setiap gerak aktifitas jiwa dan raga, sampai apapun yang terlintas di benak kita. Menghitung hari demi hari sebagai suatu perdagangan dengan Alloh Ta’ala. Apakah keuntu-ngan atau kerugiaan yang akan kita dapatkan ?

Manfaatkan waktumu

Alloh Ta’ala telah menjadikan bergulirnya hari, bulan dan tahun. Bergantian siang dan malam mengisi hari demi hari sepanjang masa. Menjadikan siang dan malam sebagai lahan untuk melakukan kebaikan atau keburukan. Alloh Ta’ala berfirman : “Dan Dia pula yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang-orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.” (Al-Furqon ; 62 ). Sebagai fase-fase  berkembangnya setiap ajal sampai usai dan habisnya ajal manusia.

Cerahnya mentari pagi yang menyongsong kehidupan, harusnya menjadikan manusia semangat mencari rejeki, menebarkan kebajikan, mengharap karunia dan keberkahan atas setiap yang kita nikmati. Bila malam tiba, akhir dari suatu hari, selesailah manusia sebagai makhluk sosial. Interaksinya kepada sesama manusia, baik dalam kehidupan rumah tangga, sosial, ekonomi, dan lain-lain, akan diminta pertanggung jawabannya di hadapan Alloh Ta’ala. Hal ini berdasarkan hadits Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam : “Masing-masing di antara kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta  pertanggungjawabannya………(HR Bukhari ). Alloh Ta’ala berfirman tentang waktu : “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tdk dapat pula memajukannya. (QS al-A’raaf : 34 )  .

Kita harus sadar dan tanggap akan waktu. Sesungguhnya hari-hari yang berlalu adalah menuju kampung akhirat. Terbit dan terbenamnya matahari  merupakan tanda bahwa dunia bukanlah kampung kekekalan. Ia akan menghilang be-gitu saja Maka janganlah lengah dan segan apalagi malas dalam setiap kesempatan berbuat kebajikan, untuk amar ma’ruf nahi munkar. Walau hanya menyingkirkan paku dari jalan atau sekedar tidak ngobrol di jalan orang.Amalan tersebut akan mulia di sisi Alloh Ta’ala, walaupun sepele atau hina dalam pandangan manusia. Tapi kesempatan tak akan datang kedua kalinya.  Ingat dengan firman Alloh Ta’ala : Hingga apabila datang kematian kepada seseorang di antara mereka, dia berkata ; “Yaa Rabbku kembalikanlah aku ke dunia agar aku berbuat amal sholeh terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak ! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai mereka dibangkitkan.”(QS Al-Mu’minuun ; 99 – 100 )

Walau umur sepanjang masa, bila hari demi hari, dari waktu ke waktu selalu sama, maka takutlah dengan datangnya kerugian. Apalagi bila hari ini lebih buruk daripada hari kemerin, apalah jadinya balasan yang akan kita terima dari Alloh Ta’ala ?Janganlah kita menunda-nunda waktu selama masih diberi nafas kehidupan dan janganlah terlalu panjang berangan-angan. Ibnu Umar radhiallohu anhu berkata : “Apabila engkau berada pada sore hari, janganlah menunggu waktu pagi. Apabila engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Ambillah masa sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum datang matimu.’ (HR Bukhari).

Dalam beramal janganlah kita mepersulit diri. Islam adalah dien yang mudah . Alloh Ta’ala telah berfirman ;” Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya…….. (QS Al-Baqarah ; 286 ) 

Sesungguhnya hanya orang-orang yang beriman dan cerdas yang dapat mencari keuntungan dari waktu yang hanya sekejap : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugiaan , kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat-menasehati supaya menta’ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya  menetapi kebenaran.” (QS A-Ashr ; 1 – 3).

Maka ambillah hikmah dan pelajaran dari waktu yang terus bergulir. Dan sesungguhnya syukurpun tidak boleh berhenti tertinggal digilas waktu !

Waktumu akan segera berakhir
Perjalanan manusia tidaklah berakhir di dunia saja. Setelah ajal menjemput akan ada lagi kehidupan kekal di akhirat nanti. Kematian sendiri adalah tamu tak diundang, kapan dan di mana saja., serta menimpa siapa saja. Firman Alloh Ta’ala : “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS Qoof :19 )

Apabila kita banyak menyia-nyiakan kewajiban terhadap Alloh,   segeralah bertaubat.  Jika kita mendholimi diri sendiri, segera pula bertaubat. Sebaliknya bila dianugrahi nikmat, hendaklah kita memuji Alloh dan bersyukur atas karunia-Nya serta memohon keteguhan iman sampai mati.
Beberapa amalan yang bisa menghapus dosa adalah :
1. Bertaubat dengan sebenarnya (nashuha) (baca QS at-Tahrim : 8 )
2. Memperbanyak istighfar
3. Beramal sholeh dengan ikhlas dan mengikuti sunnah (baca QS Hud : 114 )
4. Musibah yang diterimanya dengan sabar dan penuh keridhoan.

Tahun lalu bukanlah sekedar kenangan, tahun baru pun bukan disambut dengan perayaan. Namun perjalanan ini seharusnya mengingatkan apa saja yang telah kita perbuat. Iman bukanlah sekedar angan-angan kosong, bukan pula hanya hiasan bibir. Iman direalisasikan dengan amalan yang sungguh-sungguh. Taubat pun bukan sekedar ucapan lisan tanpa usaha untuk membersihkan diri. Perlu dibuktikan dengan amalan yang diridhai-Nya. Dalam kehidupan terdapat lapangan yang luas sekali untuk melakukan amal-amal sholeh sebelum kematian menjemput. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda ketika menasihati seorang sahabatnya : “ Raihlah kebaikan pada 5 keadaan, sebelum datang 5 keadaan ; masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa  sakitmu, masa cukupmu sebelum datang masa fakirmu, masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu,dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.: ( HR Hakim 7846, dishohihkan oleh Al-Abani dan shohih at-Targhib 3355 )

Banyaknya harta, puncaknya jabatan, tingginya pendididkan tidak berharga di kehidupan ini, bila umur yang Alloh Ta’ala berikan disia-siakan begitu saja .Lebih rugi lagi, jika orang justru menganggap dirinya telah berbuat baik dan berjuang untuk agama, ternyata di sisi Alloh tidak ada artinya. Firman Alloh Ta’ala : “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia  perbuatan dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menganggap telah berbuat sebaik-baiknya.” ( QS Al-Kahfi :104 ).

Maka janganlah kita membuang-buang modal kita dengan membelanjakan sesuatu yang tiada berguna. Mari kita berusaha untuk mendapatkan panen yang berhasil dan menuju negeri akhirat yang bahagia dengan  “Berlomba-lomba dalam kebaikan (Fashtabiqul khairot ) (QS Al-Baqoroh:148  dan QS Al-Maidah:48 ).

Oleh : Ummu Khonsa
Buletin Shalihah edisi 09 spesial






 

Kado Terindah

Duhai para wanita pilihan Alloh….
Alloh telah memuliakan kita, mensucikan kita, dan mengangkat kedudukan kita. Tidak ada ajaran manapun yang lebih tinggi mengangkat derajat wanita selain ajaran Islam. Sesungguhnya kebahagiaan itu semuanya ada dalam keta’atan kepada Alloh, dan sesungguhnya kesengsaraan seluruhnya ada dalam kemaksiatan kepada Alloh.

Saudariku muslimah….sebenarnya Alloh telah menurunkan ayat-ayatNya yang telah jelas, agar kita  melaksanakan tuntunan-tuntunan syari’at yang ada di dalam-Nya, agar kita  menjadi terpelihara dan tersucikan dari kotoran-kotoran jahiliyah. Hari ini, musuh-musuh Islam, para penyeru kebebasan, berusaha keras untuk sekali lagi mengembalikan kaum wanita ke abad jahiliyah dengan bersembunyi di bawah cover Peradaban, Modernisasi dan Kebebasan.

Wahai wanita fitrah….janganlah kita tertipu dengan semboyan peradaban.  Dibalik itu wanita bak barang dagangan yang bebas ditawarkan kepada siapa saja yang menghendakinya. Jangan pula kita tertipu dengan tipu daya yang tidak tahu malu. Padahal di balik semua itu balasannya adalah neraka.Ketahuilah, sungguh seringan-ringannya orang yang di siksa di neraka adalah seseorang yang di bawah telapak kakinya diletakkan sepotong ‘bara’ dari api neraka. Dan sanggup mendidihkan otaknya………Wal’iyadzu billah.

Karenanya, apa yang menyebabkan wanita berpaling dari seruan Alloh ? Dunia dan perhiasannyakah ?

Wahai hamba Alloh yang bertakwa….sesungguhnya di dalam iman terdapat rasa manis bagi jiwa dan rasa tentram bagi dada…Mari kita sibukkan diri dengan kecantikan iman. Berhias dengan ilmu dan amal sholeh. Berhias dengan akhlak yang mulia. Hiasi diri kita dengan rasa malu. Tutupi aurat kita ! Jagalah sebagaimana kita menjaga barang yang sangat kita sayangi. Simpanlah kecantikannya.Simpan untuk suami saja , agar jadi kado terindah untuknya ! Hijab adalah suatu kebaikan yang teramat berharga. Ia merupakan kebanggaan, kehormatan dan kemualiaan sejati wanita muslimah. Maka jagalah hal itu selamanya.

Sebagai penutup dan renungan bagi para muslimah yang sholihah, pendamba kebahagiaan dalam rrumah tangga di dunia dan di akhirat, cukuplah ayat berikut sebagai pengingat kita semua :
“ Sesungguhnya Kami hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Robb Yang Maha Pemurah walau dia tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.”(QS. Yasin : 11 ).

Oleh : Muflihah
Buletin Shalihah edisi 07 Agustus 2011, Rubrik Renungan.

Muslimah VS Televisi

Wanita diciptakan Alloh sebagai pasangan laki-laki..Namun secara fitrah, wanita kurang  akal dan agamanya. Karena, nyatanya wanita ditakdirkan mengalami haid, nifas, menyusui dsb. Pada saat demikian, wanita terhalang untuk beribadah. Di sisi lain,  kesaksian 2 orang wanita sebanding dengan kesaksian seorang laki-laki”Dan persaksikanlah dengan dua orang lelaki diantaramu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya" (QS Al-Baqarah : 282). Wanita pun diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Tulang rusuk jika dibiarkan bengkok akan tetap bengkok, tapi kalau dipaksa lurus akan patah. Al-Bukhari meriwayatkan  dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu  dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka  diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok yang bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya. Dan jika engkau biarkan maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.” (HR. Al-Bukhari  no 5158 ).

Itu sebabnya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat agar nasehat harus senantiasa diberikan pada wanita. Faedahnya agar bisa menutup kekurangan wanita tersebut dan mencegahnya dari kebengkokan. Apalagi saat ini, seiring perkembangan teknologi, banyak wanita menuntut kebebasan yang notebene jauh dari syariat Islam. Padahal musuh-musuh Islam tak henti-hentinya berusaha menjauhkan umat Islam dari ajarannya, terutama kaum wanita. Media elektronik, terutama televisi merupakan media yang paling ampuh untuk mengusung misi mereka. Program-programnya dibuat sedemikian rupa hingga kaum wanita betah berjam-jam di depan televisi. Tak pelak, hal ini menyebabkan wanita begitu mudah mengikuti pesan-pesan yang ditayangkan televisi. Disadari maupun tidak.

Dampak negatif yang paling nyata pun terjadi. Saking asiknya nonton televisi, wanita pun bisa lupa makan, lupa mandi, dan anak pun terlantar. Bahkan suami datangpun sampai tidak tahu. Ini kerusakan yang paling minimal. Puncaknya ? televisi bisa sampai merusak akidah, ibadah, akhlak dan muamalah mereka. Adapun pengaruh buruk dari televisi, diantaranya:

1. Pengaruh buruk terhadap Akidah
Banyak acara televisi yang tanpa disadari  mengikis habis akidah umat, bahkan banyak yang mengandung kesyirikan. Contoh yang sedang marak adalah meramal nasib melalui sms-sms berhadiah.  Padahal Rosulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu dia mempercayai perkataannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. (HR. Muslim)
 
2. Pengaruh buruk pada akhlak
Penampilan dan gaya bicara serta tingkah laku para pemain di televisi., tak ayal dijadikan contoh oleh penikmatnya terutama kaum wanita. Gaya rambut yang mengumbar aurat, pemakaian parfum yang bebas tiada batas. Dan sudah tentu fashion nya pun menjadi model yang diikuti tanpa batas. Bahkan menjadi kebanggaan tersendiri apabila serupa dengan model televisi. Padahal Rosulullah shallahu alaihi wa sallam telah bersabda : “Dua kelompok dari penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya : Suatu kaum yang mempunyai cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya. Dan wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok jalannya, kepala-kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak mencium baunya, padahal baunya tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim ; 4/2192)
 
Dengan pakaian “ala kadarnya,” mereka tampakkan kemolekan tubuh mereka. Mereka “mempertontonkan” kecantikannya dihadapan khalayak ramai. Padahal belum tentu di hadapan suami mereka berdandan seelok ini.  Mungkin di mata manusia mereka tampak cantik, tetapi di sisi Alloh dan Rosulnya, belum tentu. Wanita yang bertabaruj ( bersolek dan menampakkan keelokannya) serta berlagak sombong, termasuk wanita munafik yang memiliki kedudukan jelek. Ini sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam :” Wanita yang paling baik bagi kalian adalah yang penyayang, yang subur dan selalu taat kepada suami, apabila mereka bertakwa kepada Alloh. Dan wanita yang jelek bagi kalian adalah wanita yang bertabaruj dan sombong, mereka adalah wanita yang munafik. Tidak akan masuk surga di antara mereka kecuali seperti burung gagak yang pelatuk kakinya berwarna merah.” ( HR. Al-Baihaqi 13860, shohihul jami’ : 3330).

3. Pengaruh buruk pada keluarga
Akibat dari “over dosis” menonton televisi, banyak tugas wanita baik sebagai ibu, sebagai istri atau sebagai remaja putri menjadi terbengkalai. Banyak acara yang mengajarkan kepada para istri untuk berlaku kasar terhadap suami dan anak-anaknya, mengajarkan para remaja untuk membentak dan membantah ibunya. Bahkan sampai mencela pemberian suami. Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabada : “ Alloh tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya, padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasa’i silsilah al-Hadits ash-shohihah no. 289).

Maka bukan suatu hal yang mustahil jika kebiasaan buruk dalam suatu keluarga berawal dari kebiasaan orangtua yang buruk pula. Dan apabila semua kerusakan akibat televisi tersebut telah hadir dalam sebuah keluarga, nuansa religi pun sirna. Mengkaji dan membaca Al-Quran akan menjadi aktivitas yang langka dalam kehidupan sehari-hari. Naudzubillah min dzaaliik !

Ukhty, kenanglah ummul mu’minin kita, ibunda Aisyah. Rumahnya sangat kecil, bahkan hingga melaksanakan shalat lail pun Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam harus menggeser kaki istri tercintanya, tiap kali mau sujud. Tetapi pasangan yang menjadi suri tauladan kita ini menamakan rumahnya “Baity jannaty”. Karena hakekatnya wanita sholihat yang taat pada Alloh dan Rosul-Nya adalah sebaik-baik perhiasan di dunia.Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam telah bersabda : “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholihah.” (HR. Muslim 1467).

Hanya kepada Alloh lah kita memohon pertolongan dan mengadu. Semoga kita selalu terhindar dari murka Alloh Aaaamiiin.....
 
Oleh : Ummu Muflihah
Buletin Shalihah edisi 07 Agustus 2011

Suami Pemimpin, Istri Shalihah Rakyatnya

Terinspirasi oleh firman Alloh ‘azza wajalla:
“laki-laki(suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri) karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka(laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka(laki-laki) telah memberi nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang sholihah adalah mereka yang taat (kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala), dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Alloh Subhanahu wa ta’ala telah menjaga mereka...”(QS.An-Nisa (4):34).

Maka penulis ingin memaparkan indah dan berkahnya suami sebagai pemimpin dan istri shalihah sebagai rakyatnya.

Suami sang pemimpin, suami sang nahkoda.
Mengapa sih suami harus menjadi pemimpin? Jawabnya mudah, “Alloh Subhanahu wa ta’ala-lah yang menghendaki demikian”. Perhatikan firman Alloh Subhanahu wa ta’ala diatas! Apakah bahaya jika pemimpin rumah tangga adalah seorang wanita? Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:”Tidak akan beruntung dan berkah suatu kaum yang menyerahkan urusannya(kepemimpinan) kepada seorang wanita”(Hadits Shahih Riwayat Imam Muslim).

Wah kalau begitu, apabila seseorang atau suatu kaum memaksakan dirinya untuk mengangkat seorang wanita menjadi pemimpin maka hukumnya: pertama, melanggar firman Alloh Subhanahu wa ta’ala dan sabda Nabi yang mulia, dan kedua, tidak akan mendapat keberkahan di sisi Alloh Subhanahu wa ta’ala bagi kaum tersebut. Wal’iyaadzubillah! Apa sesungguhnya hikmah dibalik semua itu? Alloh Subhanahu wa ta’ala telah menjawab dalam firmannya: Hikmah pertama, Alloh Subhanahu wa ta’ala telah melebihkan para suami dari para istri. Meskipun shalihah umpamanya. Atau lebih faqih(lebih faham). Oleh karena itu pada zaman para sahabat Nabi, seorang anak laki-laki kecil berusia mumayyiz(sekitar 7 tahun) telah menjadi imam bagi para wanita dari kalangan para sahabat Nabi. Hikmah kedua, para suami berkewajiban memberikan nafkah bagi istrinya atau istri-istrinya. Meskipun lemah mereka tetap wajib berusaha menafkahi istrinya. Sebesar apapun yang dia mampu. Hal ini tetap wajib hukumnya walaupun istrinya memiliki penghasilan dan mampu menafkahi dirinya.

Penulis kira sangat jelas. Bahkan sejak awal sebelum bahtera rumah tangga berlayar. Bukankah yang memberi mahar(maskawin) adalah suami?! Tentu saja cukup gamblang jika suami menjadi pemimpin rumah tangga.

Istri shalihah miniatur rakyat yang baik

Sebenarnya menciptakan suasana negara yang tertib, rapih, aman, tentram, sentosa, gemah ripah, repeh, rapih loh jinawi tidak terlalu rumit. Jika penulis meminiaturkan kepada suasana rumah tangga tentu sangat tepat. Misalkan setiap rumah tangga para istrinya shalihah dan anak-anaknya berbakti. Insya Alloh rumah tangga tersebut akan bahagia. Bahkan sangat bahagia. Begitu pula jika suatu negara rakyatnya baik sebaik wanita shalihah niscaya akan subur, makmur, aman, tentram dan penuh keberkahan baik dari langit maupun dari bumi. Dari langit berupa curahan hujan yang melimpan dan dari bumi berupa kesuburan tanah dan hasil bumi tak terhitung banyaknya. Subhanalloh!! Pantas Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman:”Dan sekiranya penduduk negri beriman dan bertakwa pasti kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi..”(QS.Al A’raf(7) :96).

Masya Alloh indah sekali firman Alloh Subhanahu wa ta’ala diatas. Lalu? Apakah kriteria wanita shalihah itu? Sesungguhnya menjawab pertanyaan ini memerlukan kertas berlembar-lembar. Bahkan bisa jadi sebuah buku! Namun disini penulis hanya ingin menuliskan yang mudah saja bagi pembaca buletin yang berbahagia, Firman Alloh Subhanahu wa ta’ala diatas menjelaskan kriteria istri shalihah, diantaranya:

Pertama, Yang ta’at kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala. Ini namanya istri shalihah muthii’ah! Ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala adalah ketaatan yang pertama dan paling utama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh berkata: Tidak ada ketaatan yang lebih utama setelah ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya selain kepada suaminya. Nah menurut keterangan Syaikhul Islam ini bisa disimpulkan bahwa ketaatan yang pertama taat kepada Alloh Subhanahu wa ta’ala, yang kedua kepada Rosul-Nya dan yang ketiga kepada suaminya.

Kedua, Yang menjaga dirinya, kehormatannya, hartanya, dan harta suaminya ketika suaminya tidak ada. Perkataan terakhir sangat menarik yaitu “ketika suaminya tidak ada”. Mengapa demikian? Jika seorang istri mampu menjaga kehormatan dirinya ketika suaminya tidak ada tentu dia akan lebih bisa menjaga diri ketika suaminya ada. Inilah istri shalihah. Karena perselingkuhan banyak terjadi saat suaminya tidak ada. Wal’iyaadzu billah! Istri afifah ini (baca: yang menjaga kehormatan dirinya) adalah istri dambaan setiap suami. Seorang suami akan merasa tentram, aman dan nyaman karena istrinya ‘afifah. Jika sebaliknya? Maka malapetaka yang akan menimpa rumah tangga tersebut. Pantas jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Dunia itu kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah”(Hadits Shahih Riwayat Muslim).

Rumah tangga bahagia bukan tanpa problem.
Keliru sebagian penulis yang mengatakan rumah tangga bahagia adalah rumah tangga tanpa problem. Justru rumah tangga bahagia adalah rumah tangga yang ketika menghadapi suatu problem atau banyak problem akan berakhir dengan membawa keberkahan bahkan menambah keberkahan dalam rumah tangganya. Problem adalah ujian. Problem bukan sesuatu yang harus ditakuti. Justru problem adalah sesuatu yang harus dihadapi. Problem yang disikapi dengan benar akan berbuah keberkahan dalam rumah tangga. Apakah kita lupa dengan do’a saudara-saudara kita ketika di pelaminan dulu? Masih terngiang-ngiang ditelinga ucapan:
“Semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala memberikan keberkahan (atas kebaikan) yang engkau peroleh, semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala memberikan keberkahan (atas kejelekan) yang engkau terima dan semoga Alloh Subhanahu wa ta’ala mengumpulkan engkau berdua dalam segala kebaikan”(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud)

Masya Alloh! Indah nian do’a itu! Yuk, kita tata rumah tangga kita dengan bermodalkan do’a tersebut. Betapa tidak! Sang suami sebagai pemimpin. Istri shalihah sebagai rakyatnya. Sang nahkoda seorang suami shalih dan penumpangnya istri shalihah, muthii’ah lagi ‘afifah. Wow! Tentram dan bahagia sekali rumah tangga itu. Nikmat dan nyaman sekali bahtera itu. Begitu pula suatu negara jika pemimpinnya adil dan memperhatikan syariat serta hukum Alloh Subhanahu wa ta’ala. Rakyatnya shalih, baik dan tidak suka merusak. Maka niscaya akan tentram negara ini dengan bersendikan nilai-nilai islam, keberkahan, kesuburan, ketentraman dan keamanan.

Perhatikanlah QS.An Nisa(4):34 itu. Di penghujung ayat, Alloh Subhanahu wa ta’ala menerangkan langkah-langkah penyelesaian problem rumah tangga dengan solusi yang sangat tepat, yaitu: Solusi pertama, dengan nasehat yang baik, Solusi kedua, dengan dijauhi(dibelakangi) di tempat tidurnya, Solusi ketiga, dengan dipukul tanpa bekas dan berdasarkan ayat lain, Solusi keempat, dengan diangkat hakam(pemutus hukum) dari kedua belah pihak. Nah ini adalah langkah tepat menyelesaikan problem rumah tangga. Begitu pula dalam urusan negara harus dengan solusi tepat. Jangan semata-mata memperturutkan hawa nafsu, kepuasan pribadi, ingin pujian atau gelaran dan sejuta solusi kacau lainnya. Demikian akhir uraian penulis dalam edisi kali ini. Semoga bermanfaat. Wallohul Musta’an.

Oleh : Abu Syalha Al Atsari 
Buletin Shalihah edisi 03 April 2011