Pages

Sabtu, 11 Februari 2012

Terompet dan petasan punya siapa?

Dar …..der….dor…..dar…der….dor……druaaaaarrrrrrrrrr !!!
Saya kira Indonesia diserang kembali oleh Belanda ! Ternyata itu suara petasan.

Suara ini masih terngiang-ngiang di telinga, terjadi pada saat menjelang tahun baru. Bahkan lebaran tahun kemarin saya  mendengarnya dengan jelas   . Duh lantas apa bedanya  kalau begitu. Kita kupas yuuuk, terutama saat menjelang tahun baru  masehi ini, mudah-mudahan kita bisa menyikapinya dengan benar sesuai dengan tuntunan syari’at.

Setiap menjelang tahun baru masehi, banyak penjual terompet di pinggir-pinggir jalan dengan aneka rupa dan warna. Terompet telah menjadi salah satu aksesoris yang diminati pelaku peringatan tahun baru masehi. Dan belakangan ini selain terompet juga petasan ikut mewarnai peringatan tahun baru.  Sebenarnya punya siapakah terompet dan petasan itu ?

Semula, budaya meniup terompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi saat menyambut tahun baru bangsa mereka yang jatuh pada bulan ke tujuh pada sistem penanggalan mereka. Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar, sebuah alat musik sejenis terompet. Bunyi shofar mirip sekali dengan bunyi terompet kertas yang dibunyikan orang Indonesia di malam Tahun Baru.

Sebenarnya  shofar sendiri digolongkan sebagai terompet. Terompet diperkirakan sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik jenis ini diperuntukkan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam militer terutama saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga saat ini.  Dari sini jelas bahwa terompet berasal dari orang yahudi, lantas bagaimana dengan petasan ?

Tahukah saudari-saudariku,ternyata petasan ditemukan secara  tidak sengaja. Inilah asal mulanya petasan.

Sejarah petasan bermula dari Cina. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yakni garam peter atau kalium nitrat, belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal) yang berasal dari dapurnya. Ternyata campuran ketiga bahan itu mudah terbakar.

Jika ketiga bahan tersebut dimasukan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya lalu dibakar ,akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras yang dipercaya mengusir roh jahat. Dalam perkembangannya, petasan jenis ini dipakai juga dalam perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan.

Baru pada saat dinasti Song didirikan pabrik petasan yang kemudian menjadi dasar dari pembuatan kembang api  karena lebih menitikberatkan pada warna-warni dan bentuk pijar-pijar api di angkasa hingga akhirnya dibedakan. Tradisi petasan lalu menyebar ke seluruh pelosok dunia.

Di Indonesia sendiri tradisi petasan itu dibawa sendiri oleh orang Tionghoa. Seorang pengamat sejarah Betawi, Alwi Shahab meyakini bahwa tradisi pernikahan orang Betawi yang menggunakan petasan untuk memeriahkan suasana dengan meniru orang Tionghoa yang bermukim di sekitar mereka.

Dari sini kita dapat gambaran betapa semua itu budaya orang kafir Kita ketahui bersama bahwa budaya terompet ini sering dilakukan pada perayaan tahun baru dan ini adalah budaya mereka, orang barat yang kafir. Tidaklah pantas seorang muslim meniru-niru mereka. Ingatlah bahwa suri tauladan dan panutan kita telah memberi wejangan kepada kita.

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid)

Sayangnya kebiasaan kaum kufar ini dengan begitu mudahnya diikuti kaum muslimin Indonesia tanpa mempertanyakannya kembali. Padahal jelas sudah seperti yang termaktub diatas tentang terompet dan petasan ini. Bukankah bunyi petasan sangat mengganggu ? Ada hadits yang mengingatkan kita tentang hal ini:
"Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain." (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41)

Ada pula sebuah keterangan yang mudah-mudahan mampu meredam penyalaan kembang api dan petasan serta peniupan terompet yang jelas-jelas meniru-niru orang kafir ini :
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Seandainya seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Isro’ ayat 26-27)

Mudah-mudahan Alloh mudahkan kita amalkan sebuah hadits ini :"Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya." (HR. Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho'if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Oleh : Ummu Thalhah
Buletin Shalihah edisi 09 spesial

Tidak ada komentar:

Posting Komentar